Jaman dahulu kala berdirilah sebuah kerajaan yang bernama kerajaan GALUH. Dilihat dari nama kerajaannya sesuai sekali, karena kerajaan Galuh merupakan kerajaan besar dan berwibawa, terkenal kerajaan yang adil, makmur dan bijaksana.
Menurut para ahli, kata ‘Galuh’ diambil dari bahasa sansakerta yang artinya batu permata.
Sebelum berdiri kerajaan Majapahit dan Pajajaran berdirilah kerajaan Galuh yang rajanya bernama Prabu Adimulya Sanghyang Cipta Permana Di Kusumah, dengan dua permasuri :
- Dewi Naganingrum
- Dewi Pangrenyep
Pada suatu saat dan mungkin menurut kepercayaan pada waktu iłu, seandainya sang raja sudah dekat kepada ajalnya, maka raja pergi bertapa dengan maksud menyepi/menyucikan diri, disebuah gunung yang bernama Gunung Padang, kepercayaan kerajaan diberikan kepada Patihnya yang bernama Bondan Sarati. Raja Galuh Prabu Adimulya dari istri yang kedua sudah mempunyai seorang putera yang diberi nama Hariang Banga, sedangkan isteri yang pertma belum punya keturunan.
Setelah kekuasaan kerajaan dititipkan kepada patihnya, dengan gelar Raja Bondan. Tetapi setelah kerajaan dipegang oleh raja Bondan pemerintahan berjalan dengan mementingkan pribadi raja, disamping kepentingan rakyatnya dan sampai terjadi kekacauan, dałam pemerintahan sering banyak perselisihan paham. Kita bias membayangkan bagaimana kacaunya pemerintahan di Kerajaan Galuh pada waktu iłu, yang tadinya kerajaan Galuh memakai cara raja mementingkan kepentingan rakyat disamping pribadinya sekarang raja mementingkan pribadi raja disamping rakyatnya.
Kita tunda Kerajaan Galuh yang sedang dilanda kekacauan, tersebutlah disebuah gunung yang bernama Gunung Padang, konon disitulah tempat yang dipakai oleh sangraja Galuh Adimulya untuk bertapa menyucikan diri, menebus dosa-dosanya.
Setelah sang raja bertapa sampai beberapa bulan lamanya, beliau mendapat gelar Pandita Ajar Sukaresi, pandita yang sakti weruh sadurung winara (tahu kepada kejadian yang belum terjadi) saciduh metu sakecap nyata (apayang dikatakannya menjadi kenyataan).
Dikerajaan Galuh yang sedang dilanda kekacauan, kehidupan rakyat makin tidak menentu malah raja Bondan semakin murka, apa yang diinginkannya harus dilaksanakan . Tetapi sebaliknya keharuman pandita semakin menyebar ke setiap pelosok, malah sampai juga ke Kerajaan Galuh yang dipertintah oleh Raja Bondan yang sedang murka pendapatnya tidak ada lagi yang paling gagah paling sakti kecuali, malah Raja Bondan ingin mencoba kesaktian Pandita Ajar Sukaresi Gunung Padang yang sudah harum namanya.
Pada suatu saat Raja Bondan memenggil permaesuri Dewi Naganingrum dari kaputren, disuruhnya seorang emban untuk mendandani sang puteri seperti wanita yang sedang hamil, maka dipakailah sebauh kuali diperutnya persis seperti wanita yang sedang hamil, setelah selesai dipanggilnya pandita dengan maksud untuk menaruh bayi yang ada didalam kandungan sang permaesuri apakah laki-laki atau perempuan, pandita sudah tahu tetapi beliau mancari jalan yang pura-pura kalah tapi menang dan beliau memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa supaya didalam kandungan sang Dewi benar-benar menjadi bayi lai-laki, karena kesuciannya maka saciduh Tuhan Yang Mahakuasa, maka ditaeuhnya bayi yang ada didalam kandungan itu adalah seorang bayi laki-laki.
Raja Bondan sangat gembira karena dalam taruhannya dapat mengalahkan pandita, selanjutnya raja Bondan mencaci maki pandita sambil mengolok-olokannya, pandita bohong pandita tiruan, pandita berkata coba buktikan dulu setelah dibuktikan ternyata benar, raja Bondan bengong tidak menggunakan kesaktiannya sudah sampai sekejap mata ke tempat pertapaan.
Sepeninggalan pandita, raja Bondan baru sadar sambil marahnya maka kuali yang dipakai Dewi Naganingrum ditendang sampai ke sebuah tempat, sampai sekarang tempat itu namanya Kawali, lalu raja Bondan memerintahkan para ponggawa untuk membawa permaesuri Dewi Naganingrum ke tempat pengasingan, tetapi adapula sebagian rakyat Yang simpatik ikut dalam pengasingan.
Raja Bondan mengumumkan bahwa raja belum kalah karena belum bukti, sambil mennerintahkan kepada Lengser jika nanti lahir bayi laki-laki harus dibunuh.
Dewi Nagaingrum diasingkan di sebuah desa dengna pengawasan yang sangat ketat sekali, tetapi walaupun begitu sanga Dewi sangat sabar dan tawakal menghadapi ujian hidupnya, serta berkat perlindungan sang pandita. Tetapi raja Bondan bukannya menyadari atas kesalahannya, malah ingin membunuh terhadap pandita maka dikerahkannya balad tentara untuk menyerang pandita yang ada dipertapaan Gunung Padang. Tidak diceritakan diperjalanan sampailah balad tentara ke pertapaan Gunung Padang dan langsung menyerah pandita, namun karena kegagahan dan kesaktiannya, maka balad tentara kerajaan Galuh raja Bondan tidak mampuh melawan kesaktian pandita itu, mereka kembali ke kerajaan malah sambil membawa kutukan pandita, dan ternyata setelah itu akibat tingkah laku raja Bondan yang sewenang-wenang maka akibatnya rakyatlah yang menjadi korban, sampai terjadi lemiskinan wabah penyakit melanda rakyat banyak penderitaan, disana sini banyak yang meninggal karenakelaparan dan terserang wabah penyakit. Tunda lagi kerajaan Galuh yang sedang penderitaan .
Tersebutlah di daerah pengasingan Dewi Naganingrum seolah-olah mendirikan suatu kekuatan atau mendirikan pemerintahan diri sendiri yang dirahasiakan, dengan maksud untuk mengembalikan kerajaan Galuh yang merdeka subur makmur dan bijaksana, dengan didampingi oleh paman Lengser Dewi Naganingrum mengadakan ceramah-ceramah terhadap kaum wanita dengan tujuan memberi pengertian bahwa hak dan kewajiban wanita sama dengan kaum pria dan paman Lengser bergerak dibidang kepemudaan membuat persatuan dan kesatuan, tetapi walaupun begitu mereka tetap ada dalam pengawasan kerajaan Galuh yang dipimpin oleh raja Bondan.
Pada suatu saat lahirlah dari kandungan Dewi Naganingrum seorang bayi laki-laki yang sangat molek serta mengeluarkan sinar, ini adalah pertanda bayi akan menjadi pelopor, setelahnya diketahui oleh para pengawas maka langsung disampaikan berita ini kepada raja Bondan maka begitu mendengar beritanya raja Bondan sangat marah, dan langsung memerintahkan kepada paman lengser untuk membunuhnya, tetapi Lengser tidak sampai hati untuk membunuh maka digantinya bayi itu dengan seekor anak anjing dan dibunuhnya seekor anak anjing sambil darahnya diperlihatkan kepada raja Bondan untuk membuktikan bahwa pembunuhan telah dilaksanakan.
Setelah itu Lengser mencari jalan bagaimana caranya supaya bayi itu selamat dan didapatnya akal ialah bayi akan dimasukkan ke dalam peti emas serta dibekali telur ayam dan dihanyutkan di Sungai Citanduy.
Tersebutlah disuatu daerah pedesaan, hiduplah sepasang nenek dan kakek yang sudah tua renta dia adalah Aki dan nenek Balangantrang, yang kehidupan sehari-harinya bercocok tanam, dan disamping itu ada lagi pencaharian tambahan ialah menangkap ikan dengan alat yang diberi nama Bododon (bubu besar).
Di suatu malam Nini Balangantrang bermimpi Rejatuhan bintang dan malam itu juga nenek dan kakek bnagun dari tidurnya sambil menceritakan mimpinya, kata kakek wah ini pasti akan mendapatkan rejeki yang besar mungkin kita akan mendapat ikan yang banyak. Pada waktu subuh kakek dan nenek Balangaptrang sudah bangun dari tidurnya dan langsung pergi ke sungai Citanduy untuk melihat bubunya dan ternyata dari, kejauhan sudah kelihatan ada cahaya memancar, kakek dam nenek, keheranan, tetapi segelahnya sadar maka kakek langsung memburu ke sungai ketika diangkat ternyata di dalam bubu itu ada sebuah peti emas, maka diambilnya peti itu langsung dibawa ke darat ketikat peti dibuka, kakek dan nenek kaget heran bercampur gembira di dalam peti ternyata ada seorang bayi laki-laki yang mengeluarkan sinar. Maka dibawanya peti dan bayi itu ke gubuknya.
Ketika hari sudah malam nenek bermimpi lagi bahwa te1ur ayam yang ada di dalam peti harus dibawa ke sebuah tempat atau goa yang terletak dekat pertapaan Gunung Padang karenadisitulah seekor ular Naga yang diberi nama Nagawiru yang bertugas mengerami telur ayam itu. Keesokan harinya aki Balangantrang pergi menuju sebuah goa yang dihuni ular Nagawiru, untuk mengantarkan telur tersebut.
Setelah bayi dipelihara dengan tekun oleh kakek dan nenek Balangantrang, makin hari makin besar bias berjalan dan bicara prilakunya berbeda, kemampuanya melebihi anak-anak yang Iain, pada umur lima tahun lebih, masih belum punya nama. Kakek bingung untuk memberi namanya, kata anak itu jangan bingung nanti saya yang mencari namanya.
Pada suatu hari tatkala matahari terbit kakek Balangantrang sudah siap untuk berangkat berburu, sebab berburu merupakan mata pencaharian orang-orang jaman dahulu dan juga merupakan hiburan. Alat yang dipergunakan tiada lain adalah sumpit. Aki Balangantrang pergi berangkat bersama seorang anak yang manja dan lucu banyak bertanya. Tidak diceritkaan diperjalanannya Aki Balangantrang sudah sampai di hutan tempat ia berburu, masuk hutan berjalan tidak memakai arah tujuan yang dicari belum juga nampak, dasar hari sedang sial aki Balangantrang tidak menemukan apa yang diinginkan, karena hari ini sudah siang dan sudah sangat lelah beristirahatlah dibawah pohon yang besar, sedang enaknya istirahat sambil membuka bekal tiba-tiba anak laki-laki itu melihat dua ekor hewan diatas pohon yang besar, apa yang terasa asing baginya, lalu bertanya, aki itu apa diatas pohon? Mana, itu diatas, maklum penglihatan yang sudah tua oh itu, itu burung Ciung! Kalau yang itu? Itu Wanara! (monyet/kera) nah aki kebetulan saya belum punya nama, sudah saja nama saya CIUNG WANARA dan semenjak itu anak yang diurus oleh nenek dan kakek Balangantrang bernama Ciung Wanara.
Setelah punya nama anak laki-laki itu kelihatan makin gembira dan disamping itu Ciung Wanara melihat seekor Kijang, aki itu apa dibawah? Oh itu yang dicari oleh aki, maka aki Balangantrang langsung memburunya.
Aki Balangantrang dan Ciung Wanara terus memburunya tetapi tidak berhasil juga, sampai beberapa hari terus mengejar kijang turun gunung naik gunung tenaga sudah banyak terkuras yang diburupun kelihatannya, sudah sama lelahnya maka sampailah disebuah hutan yang hutannya kelihatan seperti dirawat. Aki Balangantrang membidikan sumpitnya, tetapi aneh begitu sumpit mengena kijang, hilanglah yang ada hanyalah seorang pandita memakai pakaian serba putih, beliau adalah Pandita Sukaresi dari gunung Padang, dan dari saat itu Ciung Wanara tinggal bersamanya berbulan-bulan lamanya, bahkan lebih dari satu tahun, sambil belajar ilmu-ilmu persilatan yang diajarkan oleh pandita Ajar Sukaresi. Aki Balangantrang pun dengan tekun menunggunya, selain itu Ciung Wanara menekuni cara-cara dari binatang diantaranya dari harimau yang disebut pamacan dan dari kera yang disebut pamonyet. Setelah Ciung Wanara menuntut ilmu dan mungkin sudah dianggap cukup untuk bekal, karena Ciung Wanara sudah dewasa dan mendengar keadaan di kerajaan Galuh yang seolah-olah seperti negara yang sedang dijajah, maka Ciung Wanara berkeinginan mengembalikan kewibawaan kerajaan Galuh kepada semula yang adil dan makmur, hati tertarik ingin membela nusa dan bangsanya rela berkorban jiwa raganya, maka Aki Balangantrang dan Ciung Wanara pamit kepada sang pandita dan mohon doa restu akan berjuang membela nusa dan bangsanya.
Diperjalanan pulang Ciung Wanara banyak menceritakan tentang pandita, malahan lebih dari itu menanyakan tentang dirinya, tetapi aki Balangantrang belum juga memberi tahu, nanti juga tahu sendiri katanya.
Di tengah perjalanan Ciung Wanara dan aki Balangantrang banyak sekali rintangan-rintangan terutama para perampok sering mencegatnya di tengah jalan, namun berkat kesigapan dan kegagahan Ciung Wanara para perampok dapat dikalahkannya.
Tidak berapa lama Ciung Wanara sudah sampai ke tempat aki Balangantrang dan digubuk kecil nini Balangantrang telah lama menunggunya.
Tersebutlah disuatu tempat disebuah Goa, seekor ular naga yang bertugas mengerami telur ayam jantan yang mungil, ayam itu dipeliharanya dengan tekun oleh ular Nagawiru sambil dilatih bertarung serta sambil diberi kekuatan, karena ayam itu kelak kemudian hari akan menjadi alat untuk memberantas kedoliman yang akan menentukan nasib rakyat kerajaan Galuh dan Ciung Wanara.
Setelah ayamnya menjadi besar, maka selesailah tugas ular naga dan akan mempersembahkan kepada Ciung Wanara, maka berangkatlah ular naga sambil membawa ayamnya. Tidak ada bedanya diperjalanan Seperti Ciung Wanara ular naga banyak sekali tantangannya.
Ular naga berjalan menuju gubuk aki Balangantrang yang jauh banyak sekali rintangan diperjalananan, jalan melalui hutan banyak binatang darat yang menghalang, jalan melalui air banyak binatang air yang merintangi, jalan melalui kampung banyak orang yang memburu, yah memang ceritanya berat sekali kalau jalan yang benar selalu banyak sekali rintangan dan ujiannya, tapi berkat ketabahan dan kesabarannya sang ular Nagawiru, rintangan dan godaan dapat dilalui dan ditempuhnya. Tidak berapa lama sampailah sang ular ketempat aki Balangantrang dan nini bersama Ciung Wanara yang sedang berbincang-bincang di gubuknya, sambil makan singkong bakar bersama air kopi yang ditaruh pada tempurung kelapa.
Ketika sedang ngobrol Ciung Wanara merasa kaget karena pandangannya melihat seekor ular naga yang besar, tetapi ketika dilihatnya oleh aki Balangantrang langsung menyadari bahwa dulu pernah menitipkan telur ayam dan setelah itu ular naga menyerahkan ayam kepada Ciung Wanara sambil menyampaikan do’a semoga apa yang dicita-citakan bisa tercapai. Setelah itu ular naga mohon pamit dan menghilang menuju ke pertapaan.
Sejenak Ciung Wanara termenung heran dan gembira punya ayam jantan, yang memang menjadi binatang kesayangannya , pada waktu itu ia menyampaikan doa semoga apa yang dicita-citakan bisa tercapai. Semenjak itu Ciung Wanara pekerjaannya mengurus ayam kesayangannya.
Pada suatu hari, Ciung Wanara mendengar bahwa di perkampungan kerajaan ada hiburan penyambungan ayam, dan ia merasa heran setiap kali ikut penyambungan, ayamnya selalu menang, karena dalam pertandingan menang terus maka orang-orang selalu iri.
Lama-kelamaan cerita tentang Ciung Wanara dapat tercium oleh para pengawas kerajaan Galuh, maka para pengawas itu melapor kepada raja Bondan bahwa disebuah perkampungan pedesaan ada seorang anak muda yang mencurigakan yang kegemarannya tidak Iain menyambung ayam.
Pada saat itu juga raja Bondan manggil para Mantri dan Bupati, untuk merencanakan bagaimana caranya supaya anak muda itu bisa ditangkap. Berbagai cara telah di sampaikan tetapi masih belum juga menjadi persetujuan dan tinggal seorang lagi Manteri Jero mengemukakan pendapatnya, mungkin begini menurut pendapat saya, karena anak muda ini kegemarannya menyambung ayam serta penyambungan ayam itu bebas untuk umum, karena apabila menang hadiahnya separuh kerajaan, tetapi bila kalah maka nyawa taruhanya. la tertarik dengan penyambungan ayam ini.
Mendengar pendapat Mantri Jero raja Bondan sangat gembira sambil tertawa terbahak-bahak, bagus-bagus mungkin itu pendapat yang paling bagus, yah memang saya mengerti itu politik licin siapa orangnya yang tidak tergiur oleh hadiah yang besar itu, wah beres.
Setelah semua yang rapat setuju atas pendapat manteri jero, langsung raja Bondan memerintahkan supaya membunyikan bende (Goong) dan diumumkan bahwa di kerajaan akan diadakan saembara penyambungan ayam dengan hadiah yang menang akan dikasih kerajaan separuh dan jika kalah nyawalah yang menjadi gantinya.
Keesokan harinya di kerajaan Galuh telah ramai, semua aparat kerajaan sibuk dengan masing-masing tugasnya, dan dibentuk susunan panitia saembara dengan para seksi-seksinya, dari seksi peralatan sampai ke seksi keamanan sudah siap, pokoknya semua seksi sudah lengkap terutama seksi penerangan/humas bertugas menyampaikan berita saembara kepada seluruh lapisan masyarakat, barang siapa yang berminat ikut dalam saembara langsung daftar ke panitia.
Setelah semua persiapan beres, tidak ada seorang pun yang berani mendaftarkan diri, karena memang raja sudah mempersiapkan ayam yang bagus, kuat, dan besar dari pihak kerajaan sudah punya persiapan yang matang, yang tidak mungkin ada yang bisa menandinginya.
Setelah mendengar berita bahwa di kerajaan Galuh akan diadakan saembara, maka Ciung Wanara hatinya tergugah, terdorong semangatnya untuk mengembalikan kewibawaan kerajaan Galuh, dan ingin membela nasib rakyat yang sedang dilanda kemiskinan, diperas tenaganya diperlakukan dengan sewenang-wenang untuk kepentingan pribadi.
Sambil membawa ayam kesayangan yang kecil mungil itu, Ciuingwanara berkata, do’akanlah kakek dan nenek saya akan ikut saembara saya akan berjuang membela negara dan rakyat, walau ayam saya yang sekecil ini, saya akan rela berkorban jiwa dan raga saya, untuk menjadi taruhannya demi bangsa dan negara. Ciung Wanara mohon doa restu dari aki dan nenek Balangantrang sambil sungkem mencium lutut.
Setelah mohon doa, Ciung Wanara berangkat dengan langkah yang tegap, tenang, dihatinya mengalir semangat berjuang, hatinya terpanggil oleh ibu pertiwi untuk membebaskan orang-orang yang ada didalam belenggu penindasan. Pada suatu saat Ciung Wanara sampailah ke perbatasan kerajaan Galuh yang sudah dijaga ketat oleh para ponggawa kerajaan, dan dipintu gerbang mendapat pemeriksaan, penjaga bertanya : "Wahai anak muda mau ke mana engkau?" seorang hulu balang yang berbadan tinggi besar gagah menghadang Ciung Wanara. Ciung Wanara menjawab dengan tenang, ”saya akan ikut saembara”, Ketika itu Ciung Wanara mendapat penghinaan dan ejekan karena ayam yang dibawanya jauh lebih kecil dan jelek, dilihat secara Iahir sudah tidak mungkin dapat mengimbangi ayam raja yang gagah dan besar. Ciung Wanara tidak putus asa malah bertambah semangat, seolah-olah demi perjuangan.
Karena semangat yang tinggi, maka Ciung Wanara diperbolehkan mengikuti saembara penyambungan ayam. Dengan langkah yang tenang, Ciung Wanara diikuti oleh paman lengser yang dari tadi memperhatikan wajah anak muda itu.
Dilihat dari sinar matanya mengeluarkan cahaya perdamaian, seolah-olah mengajak kepada semua masyarakat untuk berjuang membela keadilan.
Setelah panitia saembara mengumumkan, bahwa saembara akan dimulai dengan syarat dan hadiah yang telah ditentukan yaitu apabila Ciung Wanara menang akan diberi separuh kerajaan dan apabila kalah nyawanya yang menjadi taruhananya.
Raja Bondan sudah tidak sabar lagi menanti dimulainya saembara dan pada saat itu terdengar suara Goong, pertanda bahwa saembara akan dimulai, maka terdengar sorak-sorai rakyat yang akan menyaksikan saembara. Alun-alun sudah penuh, rakyat berdatangan para pengagung berkumpul.
Dibabak awal ayam Ciung Wanara terdesak, semua sudah sangat gembira dalam hatinya berkata pasti Ciung Wanara akan dapat dibunuhnya, diwaktu istirahat Ciung Wanara membisikan kepada ayamnya, ingat saembara ini bukan semata-mata mencari keuntungan tetapi benar-benar akan membela bangsa dan negara, dan pada babak ke dua ayam raja mulai terdesak ayam Ciung Wanara seperti mendapat angin yang segar, semangat juangnya bertambah hebat dan pada suatu saat ketika ayam raja lengah kesempatan itu tidak disia-siakan oleh ayam Ciung Wanara ayam raja diterjangnya satu kali sabetan ayam raja tergeletak sampai mati, maka terdengar suara rakyat sorak-sorai pertanda menang. Ciung Wanara pun sangat girang sekali apalagi paman Lengser yang menyaksikan berdiri di dekat Ciung Wanara. Tetapi sebaliknya raja Bondan mukanya merah menahan amarahnya, dibalik keramaian para mantri dan Bupati mengajak raja Bondan untuk mengadakan rapat gelap dengan maksud akan membuat satu cara untuk dapat menangkap Ciung Wanara.
Maka timbulah siasat licik raja Bondan, ia menyuruh para ponggawa agar secepatnya membuat penjara yang kuat untuk menghukum Ciung Wanara. Para ponggawa kerajaan dengan diam-diam membuat penjara untuk melaksanakan perintah raja, dengan dipimpin oleh seorang hulu balang sebagai pengawas, mengerjakan manusia tanpa perikemanusiaan tidak ada istirahatnya waktu yang tidak diatur, rakyat sudah pada lemas dikerja paksakan yang sudah lemah malah disiksa.
Di lain pihak, yaitu Ciung Wanara bersama paman Lengser serta aki dan nini Balangantrang yang ikut juga menyaksikan saembara penyambungan ayam bersama-sama dengan kelompok pengasingan Dewi Naganingrum diam-diam membuat barisan.
Setelah penjara selesai dan tidak luput memakan penderitaan, para mentri melapor bahwa penjara telah selesai, tetapi dengan selesainya penjara itu raja Bondan kurang kepercayaan takut pembuatan penjara kurang kuat, raja Bondan memeriksanya langsung tanpa memerintahkan orang Iain dan masuk ke dalam penjara, oleh karena mungkin raja Bondan sudah banyak kesalahan, kesalahannya ketika ia ada didalam penjara dan kebetulan dapat dilihat oleh Ciung Wanara, maka kesempatan itu tidak di sia-siakan. Dengan kekuatan batin Ciung Wanara menggunakan ilmunya yang telah dipelajari bertahun-tahun dari Pandita Ajar Sukaresi Gunung Padang maka sedikit demi sedikit pintu penjara menutup sendiri, lama kelamaan pintu Penjara menutup rapat. Melihat kejadian itu raja Bondan kaget dan langsung mendekati pintu yang sudah tertutup rapat dan ternyata pintu itu tidak bisa dibuka lagi. Setelah diketahui oleh para mentri dan Bupati, maka kelompok kerajaan Galuh yang sementara dipercayakan kepada Hariang Banga anak raja Galuh Prabu Adimulya dari permaesuri Dewi Pangrenyep mengetahuinya, bahwa perbuatan ini akibat dari ulah Ciung Wanara, maka terjadilah perselisihan paham antara Ciung Wanara dan Hariang Banga sampai-sampai terjadi perkelahian dan peperangan antara kelompok Dewi Naganingrum dengan Dewi Pangerenyep, peperangan tidak ada yang kalah. Pada suatu saat Ciung Wanara dan Hariang Banga sudah sampai dipinggiran sungai dan kedua-duanya mendengar ada suara yang menggema, suara itu menerangkan bahwa perkelahian ini antara saudara, dan ternyata yang memberi keterangan itu tiada lain ayah mereka yaitu Pandita Ajar Sukaresi Gunung Padang.
Setelah tahu maka Ciung Wanara dan Hariang Banga berangkulan disertai oleh Dewi Naganingrum dan Dewi Pangrenyep, dan setelah itu Ciung Wanara dapat menumpas kekacauan di kerajaan Galuh, maka oleh ayahnya kerajaan Galuh dibagi dua, Ciung Wanara menjadi Raja Pajajaran, sedangkan Hariang Banga menjadi raja Majapahit pertama.
0 Comments:
Posting Komentar