Gambar: Google |
Tiba-tiba saja saya ingin menarik satu kesimpulan tentang yang saya pikirkan dihari ini. Dan saya merasa harus menulisnya disini. Semua tentang sekitarku dulu, dan sekarang.
Masa kanak-kanak saya habiskan di sebuah kota kecil yang merupakan tempat kelahiran saya. Daerah tempat saya tinggal saat itu adalah perkampungan yang terbilang masih sangat alami, makanya saya tumbuh sebagai anak kampung yang sangat akrab dengan alam. Sawah, kali, kebun, kolam adalah lahan bermain kami yang luas dan tak pernah membosankan. Kami tumbuh dalam keluguan alam yang cenderung apa adanya.
Orang-orang yang ada disekitarku saat itu termasuk orang-orang yang masih sangat memegang adat istiadat setempat. Pola fikir yang masih tradisional dan masih terkesan tabu dengan hal-hal yang bersifat modern. Tapi bukan berarti kami tidak mengenal moderenisasi, hanya mungkin lingkungan kami yang tidak terlalu memberi perhatian lebih pada perkembangan zaman.
Rasa kepedulian yang sangat tinggi pada sesama adalah salahsatu sifat yang terpancar pada kehidupan disana. Kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial kerap diselenggarakan oleh para Pemuda. Mulai dari Olahraga, kesenian, kemasyarakatan, hingga kepedulian sosial. Sebagai bocah kampung yang lugu, kami selalu diikutsertakan dalam semua kegiatan itu, dan disanalah kami belajar tentang rasa menghargai dan dihargai sebagai bagian dari masyarakat.
Saat beranjak remaja saya harus meninggalkan orang-orang dan lingkungan yang sudah membuat saya merasa ada untuk pindah sebuah kota besar. Merasa asing...ya itulah yang saya rasakan saat pertaman kali berada disana. Keadaan yang sangat kontras dengan kehidupan saya sebelumnya. Mau tidak mau adaptasi terhadap lingkungan yang baru harus saya lakukan, walau awalnya terasa sulit.
‘Karakter’ kota besar yang cenderung individualis, materialis, keras, angkuh, dan seakan selalu tenggelam dalam pamrih ini sempat membuat saya merasa pontang-panting menyikapinya. Tapi tak ada pilihan lain jika saya ingin tetap survive dan dianggap ada.
Seiring berjalannya waktu, saya semakin terbiasa dengan suasana. Secara tidak disadari, karkter dalam diri sayapun kian terbentuk. Pengaruh lingkungan dan orang-orang sekitar akan sangat berpengaruh untuk diri seorang remaja lugu yang masih begitu labil. Dan disanalah saya akan mencari dan lalu bertanya “Siapa Saya?”.
Proses perjalanan panjang penuh ‘warna’pun saya jalani, terjatuh dan mencoba bangun kembali adalah Episode. Banyak hal baru yang menyenangkan dan menyesakkan yang sudah pasti saya dapatkan. Hingga pada akhirnya saya mempunyai Obsesi yang akan menjadi tujuan hidup. Pola fikir yang terbentukpun menjadi lebih ‘rumit’ dan terkadang diluar nalar sehingga sukar untuk dijelaskan. Kini keluguan berperan sebagai penyeimbang sifat angkuh yang terkadang tidak terkendali.
Saat saya merasa jenuh tenggelam dalam kemunafikan, keinginan untuk kembali merasakan ramahnya suasana tiba-tiba menjadi besar. Haaahh...rasanya tidak akan merasa rugi jika saya berbelok kejalan pedesaan yang penuh tanah merah setelah bertahun-tahun melindas aspal jalan protokol kota yang tampak sempurna.
Dengan penuh harapan dan kepastian saya mengambil keputusan, dan saya pun pergi menghindar menuju ‘masa lalu’ yang terbayang sangat nyaman.
Tapi...setelah tiba disanan, keheranan tiba-tiba terkuak. Apakah itu semyum mereka?, ah rasanya bukan, karena terkesan kaku menyimpan sesuatu. Dan...apakah itu kolam bermain saya?, ah rasanya bukan juga, retakannya terlihat sangat membosankan. Tunggu...itukan tanah lapang kita, bangunan megah angkuh yang berdiri diatasnya terlihat sangat menyebalkan!!!.
Baiklah, disini saya tidak boleh munafik. Saya harus menerima kenyataan jika kenyamanan yang saya harapkan itu rupanya kini sudah menjadi pelengkap keangkuhan belaka. Kini tak ada lagi ketulusan, yang ada hanya semangat untuk setara dengan kota. Semua sudah berubah hingga pohon kelapapun semakin tinggi seakan angkuh berdiri, menjadi peneduh nisan-nisan yang semakin sesak. Sudahlah...ini adalah masa laluku saat ini. Masa laluku saat ini?, ya memang begitu kenyataanya, begitu rumit untuk dimengerti kembali.
Lagi pula kenapa harus mencari diri kita ke masa lalu?, karena toh diri kita yang sebenarnya adalah diri kita saat ini, yang harus berusaha mencari diri kita dimasa depan.
Ceritaku dengan sahabat...
Bahasa kamu bagus, mas. Ayo bikin novel..
BalasHapusHehe...Terima kasih, saya hanya orang yang sedang belajar nulis ko'. Aku udah berkunjung ke Blog kamu, keren lho Blognya :)
Hapussalam sahabat
BalasHapussangat menginspirasi saya,yang biasanya terjadi beban jika masa lalu yang amat sangat kelam jika teringat sangat menyayat hati yang sakit dan inginnya mau bangkit justru merasa terpuruk so what gitu lah
Salam Mba Dhana
HapusTerima kasih Mba.
Itu semua adalah Proses hidup :)
Bagus tulisannya Mas, saya mampu berkaca dari tulisan Anda (maaf curhat :D)
BalasHapusthks udah berkunjung ke Blog saya :D
Salam
Salam Mas Afif
HapusAh, saya hanya orang yang sedang belajar ngetik Mas hehe...
Terima kasih kembali ya Mas Afif juga sudah mampir ke Blog butut saya ini, salam kenal.
tombol join thisnya = follow this site kalau ngga tunjukkan semua, muncul pop up :)
BalasHapusnice blog gan, tentang renungan harian kan ?
Oke Mas Terima kasih atas penjelasannya, maklum newbie hehe...
Hapushanya ingin menuangkan apa yang ada dikepala Mas :)
Terima kasih sudah mampir Mas Eko.
Wah, hadiahnya menarik juga ya?!, Oke Mba, terima kasih infonya :)
BalasHapus